manadoterkini.com, SULUT – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2020 yang berisi penekanan kepada gubernur, bupati, walikota agar sungguh-sungguh dan konsisten dalam menegakkan protokol kesehatan Covid-19.
Instruksi tersebut berisi enam poin dimana salah satunya ancaman mencopot kepala daerah yang melanggar aturan protokol kesehatan.
Menyikapi hal itu, Pjs Gubernur Sulawesi Utara Dr Agus Fatoni, mengatakan pihaknya bakal patuh dan siap mengawal aturan itu. “Kami siap melaksanakan dan mengawal aturan dan ketentuan dari Mendagri,” tegas Fatoni, Sabtu (21/11/2020).
Menurut Agus Fatoni, dirinya patuh dengan instruksi Mendagri itu karena Indonesia merupakan negara hukum. Artinya punya aturan dan ketentuan yang wajib diikuti dan diterapkan warga sekalipun pemerintah.
Fatoni menambahkan, Indonesia adalah negara kesatuan. Maka setiap kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat harus diikuti dan dilaksanakan.
“Ada UUD, UU, ada peraturan-peraturan lain. Prinsipnya kita patuh dan taat pada peraturan,” ujar Fatoni.
Adapun enam poin Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 terkait Penegakan Protokol Kesehatan untuk pengendalian virus corona kepada gubernur dan bupati/walikota yaitu :
Kesatu, menegakkan secara konsisten protokol kesehatan Covid-19 guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.
Kedua, melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan Covid-19 dan tidak ada hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.
Ketiga, kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19 termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Keempat, bahwa sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:
- Pasal 67 huruf b yang berbunyi: “menaati seluruh ketentuan perundang-undangan”
- Pasal 78:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
- meninggal dunia;
- permintaan sendiri; atau
- diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
- berakhir masa jabatannya;
- tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan;
- dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
- tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
- melakukan perbuatan tercela;
- diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
- mendapatkan sanksi pemberhentian.
Kelima, berdasarkan instruksi pada Ditum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.
Keenam, instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
“Tidak ada pilihan lain bagi setiap warga masyarakat, dan unsur pemerintah di setiap tingkatan, stekholder harus melaksanakan setiap kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Kalau tidak setuju, ada mekanismenya,” tutup Fatoni. (*/Rizath)