manadoterkini.com, SULUT – Putusan MA terkait perdebatan panjang soal status Bupati KepulauanTalaud terpilih, Elly Lasut apakah sudah dua periode atau belum seiring turunnya putusan Mahkama Agung (MA) mendapat tanggapan dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Akademisi Universitas Sam Ratulangi Manado Maxi Egetan. Menurut Egetan adanya statemen yang menyebutkan Elly Lasut dan pasangannya tidak bisa dilantik karena putusan MA yang menyatakan SK Mendagri tidak sah, bukan selamanya dapat dijadikan patokan.
Putusan MA dengan Nomor 584 K/TUN/2019, tanggal 6 Desember 2019, menyatakan bahwa Elly sendiri sudah dua periode menjabat bupati Talaud saat mencalonkan diri lagi menjabat bupati Talaud.
“Itu (putusan MA) bukan selamanya dapat dijadikan patokan, karena hal tersebut tergantung keputusan Mendagri. Sebagaimana azas Contrarious Actus bahwa pembatalan dan perubahan produk SK adalah kewenangan institusi yang mengeluarkan. Jika Mendagri tidak melaksanakan keputusan MA cuma denda 2 jt,” jelas Egetan.
Dia menambahkan kasus putusan MA dalam pilkada seperti Talaud yang agak sedikit “kontroversial” (diperdebatkan) sempat terjadi dibeberapa daerah seperti Kota Depok, Provinsi Kalsel juga di Lampung.
“Dalam hubungan ini, Mendagri tidak melaksanakan putusan MA. Apalagi dalam UU tentang Pilkada keputusan tertinggi final dan mengikat ada dilembaga MK dan sama sekali tt memiliki relevansi putusan MA dengan proses tahapan maupun hasil akhir Pilkada. Makanya pernyataan pak Wagub tidak relevan, prematur dan telah melampaui kewenangan Mendagri sebagai atasannya. Padahal Mendagri berencana baru akan melakukan ekspose kasus dengan melibatkan lembaga lembaga seperti KPU, Bawaslu, MK, MA, juga calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih sebagai pihak terkait
“Sebagaimana teori atribusi, Gubernur dan Wagub diberi kewenangan untuk pelantikan tapi tidak sepenuhnya. Tetap kewenangan juga ada ditangan Mendagri kalau Gubernur maupun Wagub berhalangan,” jelas Egetan lagi. (Rizath)