MTerkini.com, BITUNG – Pertemuan Penjabat Walikota Bitung dengan DPRD, yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Bitung Laurensius Supit, Rabu (24/2/2016) berlangsung alot. Para Wakil Rakyat mempertanyakan ‘kegaduhan’ yang terjadi pasca Pilkada Kota Bitung, terkait dengan dikeluarkannya sejumlah SK Plt dan Perwako nomor 3 tahun 2016.
“Kami mohon penjelasan dari pihak Eksekutif, tentang ‘kegaduhan‘ yang terjadi pasca Pilkada pada tanggal 9 Desember 2015, terkait dengan proses dasar hukum dikeluarkannya Perwako nomor 3 tahun 2015 dan juga sejumlah SK Plt dilingkup Pemkot Bitung, yang telah menjadi buah bibir di masyarakat,” ujar Tonny Yunus Politis dari PKB.
Hal senada juga dipertanyakan oleh Erwin Wurangian ketua Fraksi Partai Golkar, Dewi Suawa dan Djon Hamber Politis partai Gerindra, Ronny Boham Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nabsar Badoa dan Stenly Pangalila politisi PKPI, Syam Panai dari Partai Hanura, Robby Lahamendu Ketua Fraksi PDI-P serta Boy Gumolung Ketua Fraksi PKPI.
Mereka menilai, telah terjadi pelecehan terhadap lembaga Legislatif karena proses dikeluarkannya Perwako nomor 3 tahun 2016 tertanggal 16 Februari 2016 yang ditandatangani oleh Wakil Walikota Max J. Lomban, perubahan dari Perwako nomor 47 tahun 2015 yang ditandatangani oleh Walikota Bitung Hanny Sondakh pada bulan Desember 2015 tentang Biaya Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Bitung, tidak diketahui oleh Anggota DPRD. Dan juga sejumlah SK Plt yang dikeluarkan telah menimbulkan kegaduhan Birokrat yang berimbas pada kegaduhan politik serta stabilitas birokrasi.
Adapun biaya perjalanan dinas DPRD Kota Bitung dalam Perwako nomor 47 tahun 2015 yang diberlakukan 1 Januari 2016, per hari Rp. 2.500.000 ditambah representatif Rp. 500.000, total Rp. 3.000.000 per hari, dalam Perwako nomor 3 tahun 2016 yang diberlakukan tanggal 22 Fbruari tahun 2016, per hari RP. 1.000.000 ditambah representatif Rp. 250.000, total Rp.1.250.000.
“Kami minta Pj Walikota Bitung mengawasi kinerja dari Kaban Keuangan dan Aset serta Kabag Hukum, ini menyangkut hukum, dasar hukumnya harus jelas karena Perwako berbicara hukum,” tegas Yunus.
“Saya usulkan agar tidak ada lagi Bimtek bagi DPRD Kota Bitung, sebab percuma mengikuti Bimtek kalau pada akhirnya hasil Bimtek tidak dipakai,” sambung Pangalila. (ref)